Dulu, sebelum menikah, ketika ada yang orang bertanya, kapan saya berencana menikah.. maka saya menjawab,
“Iin sya Allah paling telat umur 20, saya menikah”.
Alhamdulillah keinginan saya diridhoi Allah. Di awal umur 20 tahun, saya bisa menggenapkan setengah dien saya.
Mungkin orang lain akan berpendapat:
“Wahh muda amat??” atau
“Ah gue pengen kerja dulu, menikmati hidup dulu”
“Aduh, aku-ya aja masih kayak gini, masa mo nikah?”
Ya, memang tidak bisa dipungkiri, banyak pendapat akan bermunculan.
Tapi inilah jalan hidup saya, dan bagi saya, menikah dini itu memiliki
banyak keutamaan. Kenapa menunda-nunda untuk mendapatkan banyak keutaman
itu? : )
Awalnya, sejak SMP, papa saya sudah sering mengatakan kepada saya
dan adik-adik. Kalau kamu suka sama seseorang dan ada orang lain yang
suka sama kamu itu wajar, tapi papa tidak mngizinkan kalian pacaran.
Alhamdulillah. Meski bgitu, papa sangat mengizinkan bagi anak-anak
perempuannya jika sudah lulus SMA dan ada yang ingin mempersunting, ya
silahkan menikah jika ia baik agama, akhlaq, pendidikan, dst. Tapi ada
syaratnya, yaitu: kuliah jalan terus. Dan tentu saja sang suami yang
harus menanggung tanggung jawab membiayai kuliah istrinya. Karena
sejatinya, memang tanggung jawab sudah beralih ke sang suami.
Mengenai syarat papa bagi kami anak-anak perempuannya untuk minimal
lulus S1, tentu saja beliau ada alasan tersendiri, dan kami hargai
alasan tsb. Terutama, karena kita tidak tahu, sampai kapan umur
seseorang. Kalau saja terjadi musibah dan Allah menakdirkan suami kita
dipanggil oleh Allah dengan cepat, sedangkan jika yang terjadi adalah
kita berhenti kuliah, sedangkan sudah ada anak yang akan kita tanggung,
dsb. Stidaknya, jika sudah lulus kuliah, kita bisa mencari pekerjaan
dengan “ijazah” kita. Ya, itu yang ada dalam jalan pikira papa. Tidak
ada yang salah, menurut saya. Papa toh tidak mewajibkan kami untuk
melanjutkan S2, kalau untuk melanjutkan kuliah, itu sudah urusan kami
masing-masing, dan tergantung suami, ridho atau tidak. Tapi permintaan
papa paling tidak, harus lulus S1.
Berbeda dengan anak-anaknya yang perempuan, bagi dua orang adik
saya yang laki-laki, papa malah mensyaratkan mereka untuk lulus kuliah
dulu, dapat pekerjaan yang baik dan layak, barulah boleh menikah.
Lagi-lagi, alasannya, secara pribadi bisa saya terima. Karena sebagai
laki-laki memang mempunyai kewajiban untuk membiayai anak dan istrinya.
Karena sudah mendapatkan izin itu pula lah, saya berkeinginan untuk
menikah muda. Sejak SMA, keinginan itu ada. Maka sahabat-sahabat saya
tak heran lagi jika saya menikah duluan, dibanding mereka. Dari SMA pun
saya sudah banyak membaca buku-buku tentang pernikahan. Saya juga
tercatat menjadi orang kedua dari angkatan saya (2006) di SMAN 78, yang
menikah. Pemegang rekor adalah: sahabat saya sendiri, Steffi Triani Arnov.
Ia menikah ketika sudah dinyatakan lulus SMA dan belum lagi memasuki
dunia perkuliahan. Alhamdulillah. Tapi, ada yang lucu waktu itu.. Karena
teman-teman yang lain, di ROHIS SMA terutama, menyangka yang akan
menikah adalah Afra, bukan Steffi.
Persiapan dan usaha demi usaha pun saya jalani. Karena saya
berpikir, bertemu jodoh itu juga perlu usaha. Kalau diam-diam saja,
kapan mau nikahnya? : ) . Memang untuk menikah, diperlukan banyak
persiapan, ya mental, fisik, energi, financial, dan tentu saja, ilmu.
Jadi, bagi teman-teman yang juga ingin menikah dini, ya persiapkanlah
diri dari sekarang, bukan “ntar-ntar”. Karena menikah bukanlah permainan
:D
So, di umur berapa kalian berencana menikah?
Terima kasih, artikelnya membuat saya makin terobsesi untuk segera nikah muda
BalasHapusArtikelnya keren abis dehh.